Selasa, 07 Juli 2015

Pengumpulan Al-Qur'an

I.       Pendahuluan
Al-Qur’an pun merupakan sebagai mukjizat Nabi Muhammad SAW sebagai bukti bahwa Nabi Muhammad adalah benar-benar rasul yang diutus oleh Allah SWT. Rasullullah juga pernah menantang orang-orang arab dengan Al-Qur’an, padahal Al-Qur’an diturunkan dengan bahasa mereka dan mereka pun ahli dengan bahasa itu dan retorikannya. Namun ternyata mereka tidak mampu membuat apa pun seperti Al-Qur’an, atau membuat sepuluh surah saja, bahkan satu surah pun seperti Al-Qur’an. Maka terbuktilah kemukjizatan Al-Qur’an dan terbukti pula kerasulan Nabi Muhammad SAW.

II.                Pembahasan
A.    Periode Rasulullah saw.
1.      Pengumpulan Al-Quran dalam dada dengan  Hafalan (Hifdzan).
Al-Qur'anul Karim turun kepada Nabi yang ummy (tidak bisa baca-tulis). Karena itu perhatian Nabi hanyalah dituangkan untuk sekedar menghafal dan menghayatinya, agar ia dapat menguasai Al-Qur'an persis sebagaimana halnya Al-Qur'an yang diturunkan. Setelah itu ia membacakannya kepada orang-orang dengan begitu terang agar merekapun dapat menghafal dan memantapkannya. Yang jelas adalah bahwa Nabi seorang yang ummy dan diutus Allah di kalangan orang-orang yang ummy pula, Allah berfirman:
uqèd Ï%©!$# y]yèt/ Îû z`¿ÍhÏiBW{$# Zwqßu öNåk÷]ÏiB (#qè=÷Ftƒ öNÍköŽn=tã ¾ÏmÏG»tƒ#uä öNÍkŽÏj.tãƒur ãNßgßJÏk=yèãƒur |=»tGÅ3ø9$# spyJõ3Ïtø:$#ur bÎ)ur (#qçR%x. `ÏB ã@ö6s% Å"s9 9@»n=|Ê &ûüÎ7B ÇËÈ  
“Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul diantara mereka yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dengan mengajarkan kepada mereka kitab dan hikmah (as-sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” (Al-Jumu'ah: 2)
Biasanya orang-orang yang ummy itu hanya mengandalkan kekuatan hafalan dan ingatannya, karena mereka tidak bisa membaca dan menulis. Memang bangsa Arab pada masa turunnya Al-Qur'an, mereka berada dalam budaya Arab yang begitu tinggi, ingatan mereka sangat kuat dan hafalannya cepat serta daya fikirnya begitu terbuka.
Orang-orang Arab banyak yang hafal beratus-ratus ribu syair dan mengetahui silsilah serta nasab keturunannya. Mereka dapat mengungkapkannya di luar kepada, dan mengetahui sejarahnya. Jarang sekali diantara mereka yang tidak bisa mengungkapkan silsilah dan nasab tersebut atau tidak hafal Al-Muallaqatul Asyar yang begitu banyak syairnya lagi pula sulit dalam menghafalnya.
Begitu Al-Qur'an datang kepada mereka dengan jelas, tegas ketentuannya dan kekuasaannya yang luhur, mereka merasa kagum, akal fikiran mereka tertimpa dengan Al-Qur'an, sehingga perhatiannya dicurahkan kepada Al-Qur'an. Mereka menghafalnya ayat demi ayat dan surat demi surat. Mereka tinggalkan syair-syair karena merasa memperoleh ruh/jiwa dari Al-Qur'an.
Rasulullah dijuluki sebagai Jumma’ul Qur’an dengan makna Huffadzuhu (penghafal al-Quran), hal ini sebagaimana ditegaskan oleh al-Qur’an, tatkala beliau selalu menggerakkan bibirnya, pada saat turunnya wahyu hingga allah menurunkan Wahyu, agar belia u tidak khawatir akan hal tersebut, Allah berfirman:
Ÿw õ8ÌhptéB ¾ÏmÎ/ y7tR$|¡Ï9 Ÿ@yf÷ètGÏ9 ÿ¾ÏmÎ/ ÇÊÏÈ   ¨bÎ) $uZøŠn=tã ¼çmyè÷Hsd ¼çmtR#uäöè%ur ÇÊÐÈ  
“Janganlah engkau Muhammad-karena hendak menghafal al-Quran yang diturunkan kepadamu dengan cepat-menggerakkan lidahmu (sebelum selesai dibacakan kepadamu), sesungguhnya kamilah yang berkuasa mengumpulkan al-Quran itu (di dadamu) dan menetapkan bacaannya (pada lidahmu)”. (QS : Al-Qiyamah : 16-17)
Hal itu menjadikan para pembesar sahabat lebih mudah menghafal al-Quran, dalam sejarah tercatat beberapa sahabat yang hafal al-Quran pada masa Rasulullah. antara lain : Abdullah Ibnu Mas’ud, Salim Ibnu Ma’qil Maula Abi Hudzaifah, Muadz Ibnu Jabal, Ubay Ibn Ka’ab, Zaid Ibn Tsabit, Abu Zaid Ibn Sakan, Abu al-Darda’.

2.       Pengumpulan Al-Quran dengan penulisan (Kitabatan).
Keistimewaan yang kedua dari Al-Qur'anul Karim ialah pengumpulan dan penulisannya dalam lembaran. Rasulullah SAW mempunyai beberapa orang sekretaris wahyu. Setiap turun ayat Al-Qur'an beliau memerintahkan kepada mereka menulisnya, untuk memperkuat catatan dan dokumentasi dalam kehati-hatian beliau terhadap kitab Allah 'Azza Wa Jalla, sehingga penulisan tesebut dapat melahirkan hafalan dan memperkuat ingatan.
Penulis-penulis tersebut adalah sahabat pilihan yang dipilih oleh Rasul dari kalangan orang yang terbaik dan indah tulisannya agar mereka dapat mengemban tugas yang mulia ini. Diantara mereka adalah Zaid bin Tsabit, Ubay bin Ka'ab; Muadz bin Jabal, Mu'awiyah bin Abi Sufyan, Khulafaur Rasyidin dan Sahabat-sahabat lain.
Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Anas r.a. bahwasanya ia berkata: "Al-Qur'an dikumpulkan pada masa Rasul SAW oleh 4 (empat) orang yang kesemuanya dari kaum Anshar; Ubay bin Ka'ab, Mu'adz bin Jabal, Zaid bin Tsabit dan Abu Zaid. Anas ditanya: "Siapa ayah Zaid?" Ia menjawab: "Salah seorang pamanku"[1]
Pada masa Rasulullah sudah ada usaha-usaha menjaga keontetikan al-Quran, sudah beliau lakukan dengan cara pencatatan. Hal ini terbukti beliau mengangkat beberapa sahabat untuk menjadi juru tulis wahyu “al-Kuttab”di antara al-Kuttab selain Khulafaul al-Rasyidin adalah : Mu’awiyah, Zaid Ibnu Tsabit, Ubay Ibnu Ka’ab, Abdullah. Penulisannyapun relatif sangat sederhana, media yang digunakannya antara lain , batu, tulang, kulit binatang, pelepah kurma dan lain sebagainya.

B.     Periode Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq ra.
Pada tahun 12 H, tepatnya pada kepemimpinan Khalifah Abu Bakar terjadilah pemberontakan dari pembangkang pembayar zakat dan pemurtadan dibawah pimpinan Musailamah al-Kadzzab, beliau mengutus Khalid Ibnul Walid untuk mengatasi mereka ke Yamamah, dari peristiwa tersebut tak sedikit korban dari kaum muslim. Bahkan tercatat 70 Huffadz (penghafal Al-Quran)  sebagai syuhada. Hal ini mendorong Umar Ibn al-Khatthab untuk menyarankan kepada Amirul Mukminin, untuk segera mengumpulkan al-Quran dalam 1 Mushhaf. Setelah melewati berbagai pertimbangan beliaupun setuju dan memanggil Zaid Ibn Tsabit untuk melaksanakan hal ini.
1.      Sebab pengumpulan al-Qur’an
Ada beberapa sebab yang mengharuskan pengumpulan Al-Qur’an di masa pemerintahan ABu Bakar ra antara lain:
a.       Wafatnya Nabi Saw
Pengumpulan al-Qur’an di era kenabian belum dirasa perlu mengingat Nabi masih hidup dan ada di tengah sahabat. Sehingga setiap ada permasalahan para sahabat langsung bertanya kepada Nabi Saw. Begitu pula Nabi yang ketika itu masih terus menerima wahyu dan langsung menyampaikannya kepada sahabat. Dengan kapasitas beliau yang juga bertugas sebagai kepala Negara, banyak hukum-hukum (hadist-hadist) yang beliau perintahkan. Sehingga pengumpulan Qur’an setelah wafatnya beliau menjadi prioritas utama di era pemerintahan Abu Bakar.
b.      Wahyu Tidak Turun Lagi
Sebab utama Al-Qur’an belum disatukan menjadi satu buku utuh di masa Nabi, disebabkan wahyu belum terputus. Dan belum merasa perlu dibukukan menginggat wahyu belum seluruhnya turun.
Namun ketika wafat, otomatis wahyu telah sempurna diturunkan dan Nabi pun telah memberi arahan sebelumnya dari mulai penempatan surat-surat atau ayat-ayat. Maka keharusan mengumpulkan wahyu dalam satu buku harus segera dilakukan agar umat berikutnya, yang tidak menyaksikan wahyu terhindar dari kekeliruan.
c.       Banyak Para Qari (Hufaz/Penghafal Qur’an) Yang Wafat
Terjadinya perang Yamamah (11 H) yang banyak merenggut nyawa para Qari ini menjadi sebab pula keharusan pembentukan komisi pengumpul Al-Qur’an secepat mungkin. Karena pembukuan A-Qur’an ini harus didasarkan pada hafalan dan naskah-naskah (manuskrip) di beberapa catatan sahabat.
Umar bin Khatab ra ketika itu sangat kuatir melihat kenyataan ini, lalu ia menghadap Abu Bakar ra. dan mengajukan usul kepadanya agar mengumpulkan dan membukukan Al-Qur’an karena dikhawatirkan akan musnah, sebab peperangan Yamamah telah banyak membunuh para qari’.
Setelah berdiskusi panjang antara Abu Bakar dan Umar bin Khatab, akhirnya Abu Bakar menerima pandangan Umar. Dan setuju untuk membetuk tim penyusunan Al-Qur’an dan memilih Zain bin Tsabit sebagai kepala tim.
Walaupun Zaid Ibn Tsabit sudah hafal al-Qur’an secara keseluruhan, beliau sangat hati-hati dalam melaksanakan tugas ini, setidaknya beliau berpegang teguh pada dua prinsip, yaitu ayat–ayat al-Qur’an yang di tulis dihadapan Rasulullah, dan disimpan di rumahnya, dan ayat- ayat yang dihafal oleh para Sahabat. Kemudian mushaf tersebut disimpan oleh Abubakar, dan berpindah ke tangan Umar Ibn Al-Khatthab, kemudian kepada Hafshah Binti Umar (Ummul Mukminin).
Zaid sangat berhati-hati dalamm tugasnya seperti yang diceritakan dalam satu riwayat:
”Dan aku dapatkan akhir surah At-Taubah pada Abu Khuzaimah Al-Anshari yang tidak aku dapatkan pada orang lain”
Riwayat ini tidak menghilangkan arti hati-hati dan tidak pula berarti bahwa akhir surah At-Taubah itu tidak mutawatir. Tetapi yang dimaksud ialah bahwa ia tidak mendapat akhir surah Taubah tersebut dalam keadaan tertulis selain pada Abu Khuzaimah. Sedangkan Zaid sendiri hafal dan demikian pula banyak diantara para sahabat yang menghafalnya.
Perkataan itu lahir karena Zaid berpegang pada hafalan dan tulisan, jadi akhir surah Taubah itu telah dihafal oleh banyak sahabat. Dan mereka menyaksikan ayat tersebut dicatat. Tetapi catatannya hanya terdapat pada Abu Khuzaimah al-Ansari.
2.      Sebab Terpilihnya Zaid Bin Tsabit Menjadi Ketua Tim
Dalam pengumpulan al-Qur’an, dipilihlah Zaid bin Tsabit. Dalam hal ini ada beberapa sebab mengapa Zaid bin Tsabit ditunjuk sebagai ketua tim, antara lain sebagai berikut.
a)      Ia masih muda dan penuh semangat sedangkan pengumpulan Al-Qur’an adalah pekerjaan
berat. Yang memerlukan tenaga dari kalangan muda dengan disiplin tinggidan etos kerja yang baik. Dan tampaknya Zaid pantas menduduki jabatam ketua tim selain Ia dikenal cerdas, pintar dan jenius.
b)      Ia pun dikenal sebagai pemuda yang taat, baik agamanya, amanah, professional, wara,
tidak memetingkan karir politik ataupun tidak karena dunia
c)     Ia dikenal pula sebagai salah seorang pencatat wahyu di masa Nabi Saw, bahkan beliau
sendiri mendiktekan wahyu itu yang ditulis sendiri oleh Zaid bin Tsabit. Selain ia seorang hafiz dan menyaksikan sendiri wahyu terakhir. Sehingga Abu Bakar menjatuhkan pilihan kepala tim pengumpul Qur’an dipundak Zaid bin Tsabit.
3.      Metode Pengumpulan Al-Qur’an di Masa Abu Bakar
Setelah tim pengumpulan Qur’an dibentuk dengan Zaid sebagai ketua tim dibantu 25 orang sahabat lainnya, maka bekerjalah tim ini dengan menggunakan metode yaitu:
a.       Semua sahabat baik yang pernah menulis secara pribadi harus diserahkan kepada Zaid bin Tsabit untuk diteliti lebih lanjut
b.      Penyerahan buku catatan Al-Qur’an yang dimiliki sahabat ketika diserahkan diharuskan memiliki 2 saksi yang bersumpah bahwa memang catatan sahabat itu adalah Al-Qur’an. Bukti pertama adalah naskah tertulis itua adalah Qur’an, bukti kedua adalah hafalan Qur’an dengan saksi sahabat lainnya bahwa ia telah mendengarnya dari Nabi Saw.

C.    Periode Khalifah Utsman Ra.
Hudzaifah al-Yaman menyarankan kepada Amirul Mukminin untuk menyatukan perbedaan bacaan di antara kaum muslimin, hal ini dimaksudkan agar tidak meyebabkan perbedaan di antara kaum muslimin. Pada saat itu sudah mulai muncul fitnah dikarenakan  perbedaan dalam bacaan al-Qur’an, hal ini sebagaimana yang ditegaskan oleh Abi Qulabah : ‘bahwa telah terjadi percekcokan dan pertentangn antara kaum muda bahkan antara para pengajar al-Quran sendiri’.
Kejadian ini terjadi tepat pada peperangan Armenia dan Azerbaijan di Iraq. Sayyidina Utsman pun menyetujui saran tersebut, dan mengutus seorang utusan untuk meminta mushaf al-Quran yang berada pada Sayyidatina Hafshah, dengan maksud sebagai rujukan penyalinan mushaf. Kemudian beliau membentuk sebuah badan dalam penyalinan ini yang beranggotakan empat orang Zaid Ibnu Tsabit al-Anshari, Abdullah Ibn Zubair al-Asadi, Said Ibnu al-‘Ash al-Umawi, Abdurrahman Ibn al-Harist Ibnu Hisyam al-Makhzumi, selain Zaid Ibn Tsabitsemuanya adalahbangsa Quraisy. Alasan utama pemilihan ketiganya (Abdullah Ibn Zubair, Said Ibnu al-‘Ash,  Abdurrahman Ibn al-Harist) dari golongan Quraisy, adalah menjaga kefasihan dialek Quraisy dalam penylinan Mushaf tersebut.
Setelah tim tersebut selesai menyalin, maka mereka mengembalikan mushaf tersebut kepada Hafshah, dan menyerahkan salinan–salinan tersebut untuk disebar luaskan ke beberapa negara, antara lain Kufah, Bashrah, Syamdan yang dipegangnya sendiri untuk di sampaikan ke Madinah). Kemudian beliau memerintahkan semua mushaf selain yang disebarkan untuk dibakar, karena memang pada saat itu ada beberapa mushaf yang terkenal selain mushaf yang ada pada Sayyidatina Hafshah yaitu mushaf Ibnu Kaa’b dan Ibnu Mas’ud.
 Langkah yang dilakukan oleh Utsman ini sudah disepakati dan diterima oleh para sahabat, sebagaimana ditegaskan oleh Sayyidina Ali r.a. dalam menanggapi sikap Ustman r.a. beliau berkata : ‘janganlah kalian katakan apa yang dilakukan oleh Ustman kecuali benar (khoiran)’.

III. Kesimpulan
Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa Zaman Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Pada jenjang ini penyandaran pada hafalan lebih banyak daripada penyandaran pada tulisan karena hafalan para Sahabat Radhiyallahu ‘anhum sangat kuat dan cepat di samping sedikitnya orang yang bisa baca tulis dan sarananya. Oleh karena itu siapa saja dari kalangan mereka yang mendengar satu ayat, dia akan langsung menghafalnya atau menuliskannya dengan sarana seadanya di pelepah kurma, potongan kulit, permukaan batu cadas atau tulang belikat unta. Al-Qur’an Karim ialah pengumpulan dan penulisannya dalam lembaran. Rasulullah SAW mempunyai beberapa orang sekretaris wahyu. Setiap turun ayat Al-Qur'an beliau memerintahkan kepada mereka menulisnya, untuk memperkuat catatan dan dokumentasi dalam kehati-hatian beliau terhadap kitab Allah 'Azza Wa Jalla, sehingga penulisan tesebut dapat melahirkan hafalan dan memperkuat ingatan.



Daftar Pustaka
Imam Qashthalani, Mawahib Laduniyah, jld 1,(Beirut, Maktabah al-Islamy, 2004), hlm. 196
Imam ar-Razi, Tafsir Mafatihul Ghaib, jld 24,(Beirut, Dar ihya turats Arabi, 1420), hlm. 457
Ismail al-Baghdadi, Hidayah al-‘Arifin
Ath-Thabrani, Mu’jam Kabir ath-Thabrani, (Maktabah Ulum wa al-Hikam, 1983 H)
Imam al-Baihaqi, Syu’ab al-Iman, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1410 H)
Al-Baqilani I’jaz al-Qur’an
Musthafa Shadiq ar-Rafi’i, I’jaz al-Qur’an
Imam Qashthalani, Mawahib Laduniyah, jld 1,(Beirut, Maktabah al-Islamy, 2004), hlm. 196
Imam ar-Razi, Tafsir Mafatihul Ghaib, jld 24,(Beirut, Dar ihya turats Arabi, 1420), hlm. 457
Al-Aqqad, al-Falsafah al-Qur’aniyah
Sayyid Quthb, Fi Zhilal al-Qur’an
Imam Az-Zarqani, Manahilul Irfan, (Kairo, Dar Hadits 2001)





[1] HR. Imam Bukhari dan Muslim


Wallahu a'lam... Semoga bermanfaat... 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar