Selasa, 07 Juli 2015

Asbabun Nuzul

I.       Pendahuluan
Al-Quran Al-Karim adalah kitab suci kaum muslimin dan menjadi sumber ajaran Islam yang pertama dan utama yang harus mereka imani dan aplikasikan dalam kehidupan mereka agar mereka memperoleh kebaikan di dunia dan di akhirat.
Al-Qur’an diturunkan kepada umat manusia dengan berbagai fungsi diantaranya berfungsi sebagai petunjuk (hudan), obat atau penawar hati (as-syifaa’), pembeda antara yang haq dan batil (al-furqan), serta pemberi kabar baik dan peringatan (basyiraa wa nazira). Selain dari itu kedudukan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia yang mengandung kebenaran adalah hal yang paling pokok dan penting. Karena fungsinya ini, Al-Qur’an selalau dirujuk oleh manusia sejak kehadirannya sampai sekarang.
Al Qur’an diturunkan untuk membimbing manusia kepada tujuan yang terang dan jalan yang lurus, sebagian besar ayat-ayat al_Qur’an pada dasarnya mengajarkan kita untuk menegakkan suatu kehidupan yang berdasarkan keimanan, menyikapi sejarah masa lalu serta kejadian-kejadian kontemporer dan tentang berita-berita masa depan.
Mempelajari kandungan Al-Qur’an akan menambah perbendaharaan ilmu pengetahuan, memperluas wawasan dan pandangan, menemukan persfektif baru, serta mendapatkan hal-hal yang baru. Mempelajari kandungan Al-Qur’an dapat mendorong kita lebih meyakini kebenaran dan keunikan kandungannya, yang menunjukkan kebesaran Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, sebagai penciptanya.
II.    Pembahasan
Pengertian Asbabun Nuzul
Menurut bahasa (etimologi), asbabun nuzul berarti sebab-sebab turunnya al-Qur’an.[1] Asababun nuzul berasal dari bahasa Arab, asbab jamak dai kata sababa yang artinya sebab-sebab dan nuzul yang berarti turun. Yang dimaksud adalah, secara historis, al-Qur’an bukanlah wahyu yang turun dalam ruang hampa, tetapi ia mempunyai latar belakang, argumentasi dan faktor-faktor tertentu yang menjadikan dia turun ke bumi. Hal ini dikarenakan al-Qur’an turun sebagai alat untuk menjawab problematika kehidupan di muka bumi. Oleh karena itu, kehadirannya di alam material sangat terkait ruang dan waktu tertentu yang menjadi faktor-faktor dibalik turunnya al-Qur’an.
Sedangkan menurut istilah (terminologi) asbabun nuzul terdapat banyak pengertian, diantaranya adalah suatu kejadian yang terjadi pada zaman Nabi Muhammad saw. atau suatu pertanyaan yang dihadapkan kepada Nabi dan turunlah suatu atau beberapa ayat dari Alah swt. yang berhubungan dengan kejadian itu, atau dengan dijawabnya pertanyaan itu baik peristiwa tersebut merupakan pertengkaran, atau kesalahan yang dilakukan maupun suatu peristiwa atau kejadian yang baik.
a.       Menurut az-Zarqani
Az-Zarqani dalam kitab Manahilul Irfan menyatakan, asbabun nuzul adalah suatu kejadian yang menyebabkan turunnya satu atau beberapa ayat, atau suatu peristiwa yang dapat dijadikan petunjuk hukum berkenaan dengan turunnya suatu ayat.[2] Senada dengan az-Zarqani, Daud al-Aththar mendefinisikan asbabun nuzul sebagai suatu yang melatarbelakangi turunnya suatu ayat atau lebih, sebagai jawaban terhadap suatu pertanyaan atau menceritakan suatu peristiwa itu.
b.      Ash-Shabuni
“Asbabun nuzul adalah peristiwa atau kejadian yang menyebabkan turunnya suatu atau beberapa ayat mulia yang berhubungan dengan peristiwa dan kejadian tersebut, baik berupa pertanyaan yang diajukan kepada Nabi atau kejadian yang berkaitan dengan urusan agama.”
c.       Subhi Shalih
Subhi Shalih dalam Mabahis Fi Ulumil Qur’an menyatakan asababun nuzul adalah sesuatu yang menjadi sebab turunnya satu atau beberapa ayat sebagai jawaban terhadap sebab itu, atau menerangkan hukumnya pada waktu terjadinya sebab itu.[3]

d.      Manna al-Qathan
“Asbabun nuzul adalah peristiwa yang menyebabkan turunnya al-Qur’an bekenaan dengannya waktu peristiwa itu tejadi, baik berupa satu kejadian atau berupa pertanyaan yang diajukan kepada Nabi”[4]
Meskipun redaksi pendefinisian asbabun nuzul di atas sedikit berbeda, tetapi semua menyimpulkan bahwa asbabun nuzul adalah kejadian atau peristiwa yang melatarbelakangi turunnya ayat al-Qur’an dalam rangka menjawab, menjelaskan dan menyelesaikan masalah-masalah yang timbul dari kejadian tersebut.
Mengutip pengertian dari Subhi al-Shaleh kita dapat mengetahui bahwa asbabun nuzul ada kalanya berbentuk peristiwa atau juga berupa pertanyaan, kemudian asbabun nuzul yang berupa peristiwa itu sendiri terbagi menjadi 3 macam :
1.      Peristiwa berupa pertengkaran
Seperti kisah turunnya surat Ali Imran: 99-103 yang bermula dari adanya perselisihan oleh kaum Aus dan Khazraj hingga turun ayat 100 dari surat Ali Imran yang menyerukan untuk menjauhi perselisihan.
“Katakanlah: ‘Hai ahli Kitab, mengapa kamu menghalang-halangi dari jalan Allah orang-orang yang telah beriman, kamu menghendakinya menjadi bengkok, Padahal kamu menyaksikan?’. Allah sekali-kali tidak lalai dari apa yang kamu kerjakan. Hai orang-orang yang beriman, jika kamu mengikuti sebahagian dari orang-orang yang diberi Al Kitab, niscaya mereka akan mengembalikan kamu menjadi orang kafir sesudah kamu beriman. Bagaimanakah kamu (sampai) menjadi kafir, Padahal ayat-ayat Allah dibacakan kepada kamu, dan Rasul-Nya pun berada di tengah-tengah kamu? Barangsiapa yang berpegang teguh kepada (agama) Allah, Maka Sesungguhnya ia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam Keadaan beragama Islam. Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.” (Ali Imran 99-103)
Dalam suatu riwayat dikemukakan, ketika kaum Aus dan Khazraj duduk-duduk, berceritalah merekka tentang permusuhan dizaman jahiliah, sehingga bangkitlah amarah kedua kaum tersebut. Masing-masing bangkit memegang senjatanya, saling berhadapan. Maka turunlah ayat tersebut (Ali Imran 99-103).[5]

2.      Peristiwa berupa kesalahan yang serius
Seperti kisah turunnya surat an-Nisa’: 43, saat itu ada seorang Imam shalat yang sedang dalam keadaan mabuk, sehingga salah mengucapkan surat al-Kafirun, surat An-Nisa’ turun dengan perintah untuk menjauhi shalat dalam keadaan mabuk.
Saat itu ada seorang Imam shalat yang sedang dalam keadaan mabuk, sehingga salah mengucapkan surat al-Kafirun, surat An-Nisa’ turun dengan perintah untuk menjauhi shalat dalam keadaan mabuk.  
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam Keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam Keadaan junub,[6] terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi. dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, Maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pema'af lagi Maha Pengampun.” (Q.S. An Nisa: 43)
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa ‘Abdurahman bin ‘Auf mengundang makan Sayyidina ‘Ali dan kawan-kawannya. Kemudian dihidangkan minuman khamr (arak/minuman keras – yang pada saat itu belum ada larangan untuk meminumnya), sehingga terganggulah otak mereka. Ketika tiba waktu shalat, orang-orang menyuruh ‘Ali menjadi imam, dan pada waktu itu beliau membaca dengan keliru, Maka turunlah ayat tersebut (Q.S. An Nisa: 43) sebagai larangan shalat dalam keadaan mabuk.[7]
“Katakanlah : ‘Hai orang-orang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah, dan kami akan menyembah apa yang kamu sembah”
3.      Peristiwa berupa cita-cita atau keinginan
Ini dicontohkan dengan cita-cita Umar ibn Khattab yang menginginkan maqam Ibrahim sebagai tempat shalat, lalu turun ayat
“Dan (ingatlah), ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman. dan Jadikanlah sebagian maqam Ibrahim,”[8] tempat shalat.(Al-Baqarah: 125)
Sedangkan peristiwa yang berupa pertanyaan dibagi menjadi 3 macam, yaitu :
1.      Pertanyaan tentang masa lalu seperti:
“Mereka akan bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Dzulkarnain. Katakanlah: ‘Aku akan bacakan kepadamu cerita tantangnya’”. (QS. Al-Kahfi: 83)
2.      Pertanyaan yang berhubungan dengan sesuatu yang sedang berlangsung pada waktu itu,
seperti ayat:
“Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: “Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit”. (QS. Al-Isra’: 85)
3.      Pertanyaan tentang masa yang akan datang
Seperti pada surat An-Nazi’at: 42
“(orang-orang kafir) bertanya kepadamu (Muhammad) tentang hari kebangkitan, kapankah terjadinya?” (An-Nazi’at: 42)


III. Kesimpulan
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Asbabun Nuzul adalah suatu peristiwa yang ada kaitan langsung dengan satu atau beberapa ayat al-Qur’an yang diturunkan ketika itu, baik sebagai: (a) Jawaban suatu pertanyaan atau, (b) Penjelasan hukum yang dikandung ayat tersebut, atau (c) Contoh kasus yang diceritakan ayat tersebut.
Daftar Pustaka
[1] Shaleh, 2007, “Asbabun Nuzul” hlm.5
[2] Subhi as-Shalih, 1985, Membahas Ilmu-Ilmu al-Qur’an, (Jakarta: Pustaka Firdaus).
[3] Jalaluddin as-Suyuthi, Al-Itqan fi Ulumi Qur’an, (Bairut: Daul Fikr, t.th.), hlm. 29-30.
[4] Ahmad Syadali dan Ahmad Rifa’i, Ulumul Qur’an I, (Bandung: Pustaka Setia), 2006, hlm. 89.
[5] Muhammad Abdul Azhim az-Zarqani, Manahilul ‘Irfan fi Ulumil Qur’an, (Darul Hayat al-Kitab al-Arabiyyah,t.th,), hlm. 22.
[6] Subhi as-Shalih, Mabahits fi Ulumil Qur’an, (Beirut: Darul Ilmi, t.th.), hlm. 132.
[7] Mana’ al-Qathan, Mabahits fi Ulumul Qur’an, Mansyurat al-Ahsan al-Hadits, t.th, 1973, hlm. 78.
[8] Diriwayatkan oleh al-Faryabi dan Ibnu Abi Hatim, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas. Dikutip dari Shaleh, Asbabun Nuzul.
[9] Diriwayatkan oleh Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasa-i, dan al-Hakim, yang bersumber dari ‘Ali. Dikutip dari Shaleh, Asbabun Nuzul




[1] Ahmad Syadali dan Ahmad Rifa’i, Ulumul Qur’an I, Bandung: Pustaka Setia, 2006, hlm. 89.
[2] Muhammad Abdul Azhim az-Zarqani, Manahilul ‘Irfan fi Ulumil Qur’an, (Darul Hayat al-Kitab al-Arabiyyah,t.th,), h. 22.
[3] Subhi as-Shalih, Mabahits fi Ulumil Qur’an, (Beirut: Darul Ilmi, t.th.), h. 132.
[4] Mana’ al-Qathan, Mabahits fi Ulumul Qur’an, Mansyurat al-Ahsan al-Hadits, t.th, 1973, h. 78.
[5] Diriwayatkan oleh al-Faryabi dan Ibnu Abi Hatim, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas. Dikutip dari Shaleh, Asbabun Nuzul.
[6] Menurut sebahagian ahli tafsir dalam ayat ini termuat juga larangan untuk bersembahyang bagi orang junub yang belum mandi.
[7] Diriwayatkan oleh Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasa-i, dan al-Hakim, yang bersumber dari ‘Ali. Dikutip dari Shaleh, Asbabun Nuzul
[8] Ialah tempat berdiri Nabi Ibrahim a.s. diwaktu membuat Ka'bah.



Wallahu a'lam... Semoga bermanfaat...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar