I.
Pendahuluan
Al-Qur’an adalah mukjizat islam yang abadi dimana semakin maju ilmu
pengetahuan, semakin tampak validitas kemukjizatannya. Allah swt. menurunkannya
kepada Nabi Muhammad saw. demi membebaskan manusia dari kegelapan hidup menuju
cahaya Ilahi, dan membimbing mereka ke jalan yang lurus. Rasulullah
enyampaikannya kepada para sahabatnyasebagai penduduk asli Arab yang sudah
tentu memahami tabiat mereka. Jika terdapat sesuatu yang kurang jelas bagi
mereka tentang ayat-ayat yang mereka terima, mereka langsung menanyakannya
kepada Rasulullah.
II. Pembahasan
A.
Pengertian Ulumul Qur’an
Ulumul Qur’an berasal dari bahasa Arab yang
terdiri dari dua kata secara idhofi, yaitu kata “ulum” dan “al-Qur’an”. Kata ulum yang diidhafahkan adalah bentuk jamak dari ilmu, yang
berarti ilmu-ilmu. Sedangkan al-Qur’an bentuk masdar dari fiil madhi qoroa yang
berarti membaca. Adapun pengertian ulumul Qur’an secara istilah, menurut
pendapat para ulama sebagai berikut.
a.
Menurut
Manna al-Qaththan
“Ilmu yang mencakup pembahasan-pembahasan yang berkaitan dengan
al-Qur’an dari sisi informasi tentang asbabun nuzul (sebab-sebab turunnya
al-Qur’an), kodifikasi dan tertib penulisan al-Qur’an, ayat-ayat yang
diturunkan di Makkah dan ayat-ayat yang diturunkan di Madinah dan hal-hal lain
yang berkaitan dengan al-Qur’an.
b.
Menurut
az-Zarqani
Beberapa pembahasan yang berkaitan dengan al-Qur’an, dari sisi
turun, urutan penulisan, kodifikasi, cara membaca, kemukjizatan, nasikh,
mansukh, dan penolakan hal-hal yang bisa menimbulkan keraguan terhadapnya,
serta hal-hal lain.
c.
Menurut
Abu Syahbah
Sebuah ilmu yang memiliki banyak objek pembahasanyang berhubungan
dengan al-Qur’an, mulai proses penurunan, urutan penulisan, penulisan,
kodifikasi, cara membaca, penafsiran, kemukjizatan, nasikh, mansukh,
muhkan-mutasyabih, sampai pembahasan-pembahasan lain.”
Dari masing-masing
pendapat ketiga ulama memang terjadi sedikit perbedaan tentang definisi ulumul
Qur’an, tetapi ketiga definisi para ulama tersebut memiliki mksud yang sama.
Sehingga ketiga ulama tersebut sepakat bahwa ulumul Qur’an adalah sejumlah
pembahasan yang berkaitan dengan al-Qur’an.
B.
Definisi Al-Qur’an
Qara’a memiliki arti mengumpulkan dan mengimpun. Qira’ah berarti
merangkai huruf-huruf dan kata-kata satu dengan lainnya dalam satu ungkapan
kata yang teratur. Al-Qur’an asalnya sam dengan qira’ah, yaitu akar kata
(masdar) dari qara’a yaqrau qira’atan wa qur’anan. Allah menjelaska,
“Sesungguhnya Kami-lah yang bertanggungjawab mengumpulkan (dalam
dadamu) dan membacakannya (pada lidahmu). Maka apabila Kami telah
menyempurnakan bacaannya (kepadamu, dengan perantara Jibril), maka bacalah
menurut bacaannya itu.” (al-Qiyamah:17-18)
Qur’anah disini
berarti qira’ah (bacaan atau cara membacanya). Jadi kata itu adalah akar kata
(masdar) menurut wazan (tashrif) dari kata fu’lan seperti gufran dan syukron.
Secara khusus al-Qur’an menjadi nama bagi sebuah kitab yang diturunkan kepada
Nabi Muhammad saw.
maka jadilah sebagai sebuah identitas.
Sebutan al-Qur’an
tidak terbatas pada sebuah kitab dengan seluruh kandungannya, tapi bagian juga
dari ayat-ayatnya juga dinisbatkan kepadanya. Maka jika ada yang mendengar satu
ayat al-Qur’an dibaca misalnya, maka dibenarkan bahwa si pembaca itu membaca
al-Qur’an. Seperti yang diutarakan pada firman Allah,
“Dan apabila dibacakan Al Quran, Maka
dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat
rahmat.” (al-A’raf:204)
Menurut sebagian
ulama penamaan kitab dengan nama al-Qur’an diantara kitab-kitab Allah itu,
karena kitab ini juga mencakup esensi dari kitab-kitab-Nya, bahkan mencakup
dari semua ilmu, hal tersebut diisyaratkan dalam firman-Nya,
“(dan ingatlah) akan hari (ketika) Kami
bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri
dan Kami datangkan kamu (Muhammad) menjadi saksi atas seluruh umat manusia. dan
Kami turunkan kepadamu Al kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan
petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.”
(an-Nahl:89)
Para ulama menyebutkan definisi yang
khusus, berbeda dengan lainnya, bahwa al-Qur’an adalah firman Allah yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad saw. yang pembacaannya menjadi suatu ibadah. Maka kata
“kalam” yang termaktub dalam definisi tersebut merupakan kelompok jenis yang
mencakup seluruh jenis kalam, dan penyandarannya kepada Allah yang
menjadikannya kalamullah, menunjukkan secara khusus sebagai firman-Nya, bukan
kalam manusia, jin, maupun malaikat.
“Katakanlah (hai Muhammad) Sekiranya lautan
menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan
itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan
tambahan sebanyak itu (pula)".
C. Nama
dan Sifat Al-Qur’an
Allah menamakan al-Qur’an dengan
banyak nama, yaitu diantaranyasebagai berikut.
1. Al-Qur’an
“Sesungguhnya Al Quran ini memberikan
petunjuk kepada (jalan) yang lebih Lurus dan memberi khabar gembira kepada
orang-orang Mu'min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala
yang besar.”
2. Al-Kitab
“Sesungguhnya telah Kami turunkan kepada
kamu sebuah kitab yang di dalamnya terdapat sebab-sebab kemuliaan bagimu. Maka
Apakah kamu tiada memahaminya?”
3. Al-Furqon
“Maha suci Allah yang telah menurunkan Al
Furqaan (Al Quran) kepada hamba-Nya, agar Dia menjadi pemberi peringatan kepada
seluruh alam.”[1]
4. Adz-Dzikr
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al
Quran, dan Sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.”[2]
5. At-Tanzil
“Dan Sesungguhnya Al Quran ini benar-benar
diturunkan oleh Tuhan semesta alam.”
Al-Qur’an dan al-Kitab lebih
populerdari nama-nama lainnya. Dalam hal ini, Muhammad Abdullah Darraz berkata,
“dinamakan al-Qur’an karena ia dibac dengan lisan, dan dinamakan al-Kitab
karena ia ditulis dengan pena. Kedua nama ini menunjukkan makna yang relevan
sekali dengan kenyataannya.”
Penamaan
al-Qur’an dengan kedua nama ini memberikan isyarat, memang sepatutnya al-Qur’an
dipelihara dalam bentuk hafalan dan tulisan dengan baik. Dengan demikian,
apabila diantara salah satunya ada yang keliru, maka yang lainnya akan meluruskan.
Tetapi kita tidak bisa hanya menyandarkan kepada hafalan seseorang sebelum
hafalannya sesuai dengan tulisan yang telah disepakati oleh para sahabat, yang
dinukilkan kepada kita dari generasi ke generasi sesuai aslinya. Sebaliknya
kita juga tidak bisa hanya menyandarkan kepada tulisan penulis sebelum tulisan
itu sesuai dengan hafalan tersebut berdasarkan isnad yang shahih dan mutawatir.
D. Hadits
Qudsi
Kata
qudsi dinisbatkan kepada kata quds (kesucian). Nisbah ini menunjukkan rasa
ta’zhim (hormat akan kebesaran dan kesuciannya), maka kata taqdis berarti
mensucikan. Seperti kata-kata malaikat kepada Allah,
“…Padahal Kami senantiasa
bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman:
"Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."
Adapaun pengertian hadits qudsi secara istilah adalah suatu hadits
yang oleh Nabi saw. disandarkan kepada Allah, maksudnya Nabi meriwayatkannya
dalam posisi bahwa disampaikannya adalah kalam Allah. Jadi, Nabi itu adalah
orang yang meriwayatkan kalam Allah, tetapi redaksi lafadznya dari Nabi
sendiri.
E. Hadits
Nabawi
1. Bersifat
Tauqifi
Yang
dimaksud bersifat tauqifi yaitu, kandungannya diterima oleh Rasulullah dari
wahyu, lalu ia dijelaskan kepada manusia dengan kata-kata darinya. Di sini,
meskipun kandungannya dinisbatkan kepada Allah, tetapi dari sisi perkataan
lebih layak dinisbahkan kepada Rasulullah, sebab kata-kata itu disandarkar
kepada siapa yangmengatakannya, walaupun terdapat makna yang diterimanya dari
pihak lain.
2. Bersifat
Taufiqi
Yang
dimaksud bersifat taufiqi yaitu yang disimpulkan oleh Rasulullah saw. menurut
pemahamannya terhadap al-Qur’an, karena fungsi Rasul menjelaskan, menerangkan
al-Qur’an, atau mengambil istimbat dengan perenungandan ijtihad. Dalam hal ini,
wahyu akan mendiamkannya bila benar. Dan bila terdapat kesalahan di dalamnya,
maka wahyu akan turun untuk membetulkannya.[3]
F. Perbedaan
antara al-Qur’an, Hadits Qudsi, dan Hadits Nabawi
Definisi al-Qur’an telah kita
sebutkan pada halaman sebelumnya. Untuk mengetahui perbedaan antara definisi
al-Qur’an, hadits qudsi, dan hadits nabawi, maka di sini akan dikemukakan dua
definisi hadits tersebut.
Hadits secara
bahasa bermakna lawan dari lama atau baru. Yang dimaksud dengan hadits secara
umum adalah setiap kata-kata yang diucapkan dan dinukil dan disampaikan oleh
manusia, baik kata-kata itu diperoleh melalui pendengaran atau wahyu ketika
dalam keadaan terjaga ataupun tidur. Adapun pengertian hadits secara istilah
adalah apa saja yang disandarkan kepada Nabi, baik berupa perkataan, perbuatan,
taqrir (persetujuan Nabi) atau sifat.
[1] Maksudnya jin
dan manusia.
[2] Ayat ini memberikan jaminan tentang kesucian dan kemurnian Al
Quran selama-lamanya.
[3] Contoh kasus
adalah peristiwa tawanan perang badar. Pasalnya Rasulullah mengambil pandangan
Abu Bakar untuk meneima tebusan mereka, lalu turunlah wahyu, “tidak patut bagi
seorang Nabi mempunyai tawanan perang…”(al-Anfal:67) sebagai kritik terhadap
Nabi.
Wallahu a'lam... Semoga bermanfaat...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar